Seseorang yang hendak melaksanakan sholat seharusnya terlebih dahulu ia memastikan bahwa dirinya, beserta pakaiannya dan tempatnya dimana ia bersembahyang (melaksanakan sholat) suci dari najis. Jika ada kotoran pada hal-hal yang disebutkan tersebut, maka hendaklah ia dibersihkan terlebih dahulu sehingga hal tersebut (yang terkena najis) menjadi suci. Karena salah satu syarat sah-nya shalat kita itu adalah suci (tubuh, pakaian serta tempat dimana kita melaksanakan shalat itu). Sebagaimana firman Allah SWT :
{“ Dan pakaianmu, (maka hendaklah engkau) bersihkan “} (Surah al-Muddatstsir: 4)
Persyaratan suci dari najis yakni ketika/ pada saat kita melaksanakan sholat, ini juga berdasarkan hadits yang mana telah diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra.’, bahwa Baginda Rasul Muhammad SAW bersabda :
{“ Jika datang bulan ‘darah ha-id’, maka tinggalkanlah sholat, dan jika (kalian muslimah) telah berlalu/ selesai (masa) ‘ha-id’ itu maka bersihkanlah (darah ha-id) tersebut dari dirimu dan dirikanlah (segera) sholat “} (Hadits riwayat : Al-Bukhari)
Dari hadits di atas ini, jelas sekali bahwasanya tidak sah sholat seseorang tersebut (sholat kita) jika masih terdapat najis dari tubuhnya atau pakaian atau tempatnya dimana ia melaksanakan sholat itu. Namun jika hal najis itu adalah merupakan ‘najis yang dimaafkan’, maka sholat kita adalah sah hukumnya, meskipun kita tidak menghilangkan najis dan menyucikan tempat yang terkena najis tersebut terlebih dahulu.
Oleh karena itu, untuk lebih memudahkan dalam melaksanakan ibadah sholat kepada Allah SWT (khususnya perihal najis ini), maka sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal–hal apa saja yang di kategorikan sebagai najis yang dimaafkan tersebut. Apakah hal ini termasuk Najis yang dimaafkan ?
Menurut para ulama yang bermadzhab “Asy-Syafi’i”, secara metode umum yang dapat menjadi rujukan dalam meng-identifikasi perihal najis-najis apa saja yang dimaafkan itu adalah seperti halnya sesuatu yang susah untuk dihindari dari kita. Berikut ini adalah sebagian contoh najis-najis yang dimaafkan :
Yang Pertama
Najis yang tidak nampak secara kasat mata (pandangan mata kasar kita), Seperti contoh : darah yang terlalu sedikit, percikan air seni yang terpercik entah itu pada tubuh kita, pakaian kita atau tempat sholat kita yang secara kasat mata tidak nampak.
Yang Kedua
Najis yang sedikit seperti halnya : darah nyamuk, darah kutu yang tidak mengalir. Begitu juga dengan darah yang keluar dari luka kecil kita, darah dari bisul, jerawat kecil, atau nanah pada tubuh kita, pakaian atau tempat dimana ia melaksanakan sholat yang bukan disebabkan oleh perbuatannya sendiri.
Artinya, jika darah tersebut keluar disebabkan oleh perbuatan kita sendiri, seperti misalnya membunuh nyamuk yang ada pada bajunya atau memijit lukanya atau jerawat sampai mengeluarkan darah, maka hal tersebut hukumnya tetap najis (bukan termasuk najis yang dimaafkan).
Sedangkan untuk darah atau nanah yang keluar dari luka yang banyak, maka hal ini termasuk najis yang dimaafkan, tapi tentunya dengan syarat-syarat sebagai berikut :
- Darah atau nanah tersebut merupakan darah / nanah dari orang itu sendiri.
- Darah atau nanah yang keluar itu bukan karena perbuatannya atau hal yang disengaja.
- Darah atau nanah yang keluar itu tidak mengalir dari tempatnya.
Yang Ketiga
Darah Ajnabi (bukan mahram) yaitu darah orang lain yang terkena pada tubuh kita, atau pada kain atau pada tempat sholat kita dengan syarat darah hanya sedikit dan hal ini akan dimaafkan (najisnya), asalkan bukan dari najis mughallazhah (najis berat) yakni : darah anjing dan babi. Jika hal itu berasal dari keduanya (anjing dan babi) atau berasal dari salah satu diantara keduanya, maka najis itu tidak dimaafkan (meskipun hanya sedikit).
Yang Keempat
Darah yang hanya sedikit keluar dari hidung atau darah yang keluar dari bagian-bagian tubuh seperti misalnya : mata, telinga dan lain jenisnya. (artinya selain dari tempat keluarnya kotoran ‘buang hajat/ air besar’).
Jika darah yang keluar itu dari hidung kita, sebelum kita melaksanakan sholat dan terus menerus hidung kita mengeluarkan darah, khusus dalam hal ini jika terjadi pendarahan terus-menerus maka diharapkan untuk berhenti (tidak melaksanakan sholat) dengan syarat kondisi waktu sholat yang masih panjang, (sebaiknya harus ditunggu dulu). Artinya hendaklah kita membersihkan dahulu darah tersebut, kemudian menyumbatnya dengan kapas atau kain atau jenis yang lainnya.
Yang Kelima
Darah yang keluar dari gigi/ gusi kita, bila tercampur dengan air ludah sendiri maka sholatnya tetap sah, dalam artian selama dia tidak menelan air ludahnya yang tercampur darah itu dengan sengaja (ketika di dalam melaksanakan sholat).
Yang Keenam
Di tanah atau tempat-tempat umum atau jalan-raya atau yang sejenisnya, dimana tempat tersebut memang diyakini kenajisannya, dengan syarat di tempat itu najisnya tidak jelas dan kita sudah berusaha untuk menghindari agar tidak terkena najis dari tempat tersebut. Maka hal ini akan dimaafkan.
*Harap diperhatikan :
Sesungguhnya dasar untuk menentukan sedikit atau banyaknya yang dimaksudkan dalam perihal najis itu adalah mengacu pada adat kebiasaan kita, artinya Jika ada keraguan darah tersebut banyak atau darah itu sedikit, maka dihukumkan sedikit dan insyaallah akan dimaafkan.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Islam itu adalah agama yang mengutamakan kebersihan. Karena kita sebagai umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk memelihara diri dari segala kotoran sehingga diri ini menjadi suci dari najis-najis.
Islam juga adalah agama yang tidak membebani bagi umatnya dengan berbagai kesulitan. Seperti halnya : pengecualian terhadap najis yang dimaafkan tersebut dimana tidak mempengaruhi keabsahan sholat kita, dikarenakan kesulitan menghilangkannya atau menghindari terkena najis.
Wallahua’lam !
Sumber : mutiarapublic.com
via Bin Usrah
Sumber : GengViral
Blogger Comment
Facebook Comment